Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi
Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi
(Hypothenemus Hampei)
Abigael R. Tondok
Permasalahan utama pada perkebunan kopi rakyat, yaitu rendahnya produktivitas dan mutu yang kurang memenuhi standar ekspor. Rendahnya produktivitas kopi antara lain disebabkan oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Serangan OPT dapat menimbulkan kerugian ekonomis baik kualitas maupun kuantitas, tidak hanya pada tanaman dewasa di lapang tetapi saat pembibitan, kebun entres, dan penyimpanan. OPT pada tanaman kopi diantaranya adalah kelompok hama dan penyakit.
Hama pada tanaman kopi adalah penggerek buah kopi, penggerek batang merah, penggerek cabang dan ranting, kutu hijau, dan Sanurus indecora. Kumbang penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Scolytidae) bermetamorfosa sempurna (holometabola), yaitu telur–larva–pupa–dewasa. Telur berbentuk elips, putih transparan, dan berwarna kekuningan ketika akan menetas, berukuran sangat kecil, 0,52–0,69 mm (Gambar 1A). Larva membentuk seperti huruf “C”, tidak bertungkai, mempunyai kepala yang jelas, dan berwarna putih. Panjang tubuh larva instar terakhir 1,88–2,30 mm (Gambar 1B). Bentuk prepupa mirip dengan larva, hanya bentuknya kurang cekung, dan berwarna putih susu. Ukuran pupa bervariasi, panjangnya 1,84–2,00 mm (Gambar 1C). Kumbang berwarna hitam kecokelatan dan tungkainya berwarna lebih muda dengan ukuran betina (1,7 mm x 0,7 mm) lebih besar daripada jantan (1,2 mm x 0,7 mm). Tubuh kumbang berbentuk bulat pendek dengan pronotum menutupi kepala (Gambar 1D). Kumbang betina meletakkan telur di dalam lubang gerekan sebanyak 35–50 butir selama hidupnya, dan apabila menetas 33–46 butir (92%) menjadi betina.
Adapun siklus hidup PBKo (dari telur sampai dewasa) 24–45 hari. Kumbang betina dapat bertahan hidup sampai 190 hari, sedangkan jantan maksimum 40 hari. Sebagian besar kumbang betina yang telah kawin akan keluar untuk mencari buah kopi baru sebagai tempat peletakan telur. Kumbang dapat bertahan hidup pada buah kopi kering yang telah menghitam, yang masih menempel pada pohon maupun telah berjatuhan ke tanah. Kumbang jantan tetap hidup di dalam buah yang terserang.
Hama PBKo ini sangat merugikan karena dapat berkembang biak sangat cepat dengan jumlah yang banyak. Jika tidak dikendalikan, dari 1 ekor betina dalam waktu 1 tahun dapat menghasilkan keturunan mencapai 100.000 ekor.
Gejala Serangan
Hama PBKo menyerang semua jenis kopi (Arabika, Robusta, dan Liberika). Kumbang betina mulai menyerang pada 8 minggu setelah pembungaan saat buah kopi masih lunak untuk mendapatkan makanan sementara, kemudian menyerang buah kopi yang sudah mengeras untuk berkembang biak. Kumbang betina akan menggerek bagian ujung bawah buah, dan biasanya terlihat adanya kotoran bekas gerekan di sekitar lubang masuk (Gambar 2A).
Ada dua tipe kerusakan yang disebabkan oleh hama ini, yaitu gugur buah muda dan kehilangan hasil panen secara kuantitas maupun kualitas. Serangan pada buah kopi yang bijinya masih lunak mengakibatkan buah tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur, sedangkan serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu biji kopi karena biji berlubang (Gambar 2B). Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi yang akan mempengaruhi citarasa.
Pengendalian
Pemupukan dilakukan secara berkala sesuai dosis anjuran, untuk memicu waktu pembungaan yang relatif seragam sehingga dapat memutus siklus hidup PBKo. Pengendalian gulma setelah panen, agar memudahkan pengambilan sisa-sisa buah kopi yang jatuh ke tanah.
Pemangkasan tanaman kopi dan penaungnya dilakukan secara rutin untuk mengurangi tingkat kelembapan dan suhu lingkungan sehingga menciptakan kondisi yang kurang cocok untuk perkembangan PBKo.
Petik bubuk, yaitu memetik semua buah yang sudah terserang PBKo pada saat 15-30 hari menjelang panen raya. Kemudian semua buah tersebut direndam dengan air panas atau dikubur untuk membunuh serangga yang ada di dalam buah.
Rampasan/racutan, yaitu memetik semua buah kopi yang ada, baik yang sudah matang maupun yang belum pada akhir masa panen raya.
Lelesan, yaitu mengumpulkan semua buah yang jatuh, kemudian dikubur untuk dijadikan kompos atau dibakar, agar PBKo yang terdapat dalam buah mati.
Sedangkan pengendalian secara fisik dan mekanis dapat dilakukan dengan cara :
Menggunakan alat dan senyawa perangkap kumbang betina. Alat perangkap sederhana terbuat dari botol air mineral yang di cat merah dilubangi di bagian samping untuk masuk kumbang dan pada bagian dasar diisi air ditambah dengan deterjen sebagai tempat penampung hama. Senyawa penarik hama (atractant) berupa cairan dengan bahan dasar etanol dalam plastik atau botol kecil yang digantungkan di dalam alat perangkap.
Pemanfaatan parasitoid Cephalonomia stephanoderis, yang telah diperbanyak dan dilepas untuk mengendalikan PBKo di beberapa perkebunan kopi di Malang. Pelepasan parasitoid harus diulang secara berkala agar efektif mengendalikan populasi PBKo di lapang.
Pemanfaatan jamur patogen serangga Beauveria bassiana, yang relatif lebih mudah untuk diisolasi dari lapangan, diperbanyak secara massal, diformulasikan, dan diaplikasikan. Cara aplikasi di lapangan sangat mudah, yaitu buah masak pertama yang terserang PBKo, dikumpulkan, dicampur dengan jamur, dan dibiarkan selama satu malam, kumbangnya akan keluar dan dilepas sehingga dapat menularkan jamur kepada pasangannya di kebun.
Insektisida nabati untuk mengendalikan PBKo telah digunakan di beberapa perkebunan kopi. Beberapa bahan diketahui mampu menolak kumbang betina, yaitu mimba (Azadirachta indica), kacang babi (Tephrosia sp.), akar tuba (Derris eliptica), tembakau (Nicotiana tabacum), dan babadotan (Ageratum conyzoides). Cara membuatnya adalah 50 – 100 gram bahan tersebut dihaluskan, direndam selama 48 jam dalam 1 liter air, kemudian diperas. Air perasan tersebut diencerkan 10 kali dan ditambah dengan sedikit deterjen, kemudian disemprotkan pada dompolan buah kopi.