PTT Pada Tanaman Jagung

Komponen Teknologi Unggulan PTT Jagung

  1. Penyiapan lahan dengan OTS atau TOT
  2. Penggunaan varietas unggul berlabel yang berdaya hasil tinggi, bernilai ekonomi tinggi.
  3. Populasi tanaman 65-75.000 tanaman/ha
  4. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.
  5. Penggunaan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang sebagai penyedia hara dan pembenah tanah.
  6. Penggunaan alat mesin (alsin ) berupa alat pra panen dan pasca panen serta gudang penyimpanan hasil (silo) untuk menekan kerusakan hasil (loses).
  7. Pemberian air dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan efisien sesuai dengan kondisi tanah.

Peran Komponen Teknologi PTT Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik.

Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan pertumbuhan gulma, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi.

Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil tinggi.

Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu air sebagai pelarut sekaligus pengangkut hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan terjadinya stres pada tanaman yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air.

Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT tanaman dengan meminimalkan kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi pengendalian hama terpadu (PHT).

Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan.

Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur dan cara yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman, kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas. Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga dan tidak  tercecer.

Pemilihan Teknologi PTT Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani dalam melaksanakan SLPTT adalah komponen teknologi PTT. Perakitan komponen teknologi budidaya dilakukan dengan cara penelusuran setiap alternatif komponen teknologi, jumlah yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi, maka antar komponen teknologi dan aspek lingkungan dapat disinergiskan. Pemilihan teknologi budidaya yang optimal dapat dilakukan dengan memaksimalkan komponen teknologi yang salingsinergis dan meminimalkan komponen teknologi yang saling antagonis (berlawanan) sehingga diperoleh teknik budidaya dalam pendekatan PTT yang spesifik lokasi.

Kombinasi komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda dengan lokasilainnya, ka rena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman. Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman petani dilokasi setempat.

Keuntungan Penerapan Teknologi PTT

  1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani.
  2. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing-masing lokasi.
  3. Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga.

BAGAN WARNA DAUN (BWD) PADA TANAMAN JAGUNG

Identifikasi Gejala Kekurangan Hara pada Tanaman Jagung :

  1. Gejala Kekurangan N Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun. Warna kuning
    membentuk huruf V. Gejala Nampak pada daun bagian bawah
  2. Gejala Kekurangan P Pinggir daun berwarna ungu kemerahan mulai dari ujung ke pangkal daun. Gejala
    Nampak pada daun bagian bawahti terbakar, tulang daun tetap hijau.
  3. Gejala Kekurangan K Daun berwarna kuning, bagian pinggir biasanya berwarna coklat seperti terbakar, tulang daun tetap hijau. Gejala warna kekuningan membentuk huruf V terbalik. Gejala Nampak pada daun bagian bawah.
  4. Gejala Kekurangan S Pangkal daun berwarna kekuningan. Gejala Nampak pada daun yang terletak dekat pucuk.

Pemberian dan Takaran Pupuk N (urea) Berdasarkan Penggunaan Bwd Pada Tanaman Jagung Pemupukan N (Urea) pada tanaman jagung dilakukan secara bertahap yakni :

  1. Awal pertanaman (+ 7 hari setelah tanam). Tanaman dipupuk N sebanyak 50 kg N (111 k g Urea ) per ha bersamaan dengan pupuk N dan K sesuai rekomendasi setempat
  2. Pada umur 28 30 hari dipupuk lagi sebanyak 75 kg N (167 kg Urea) per ha
  3. Pada umur 40 50 hari setelah tanam (tergantung varietas) dilakukan pemantauan warna daun menggunakan BWD
  4. Tambahan pemberian pupuk Urea berdasarkan hasil pemantauan segera dilakukan, dengan takaran disesuaikan seperti pada table 1

Cara Pegamatan

  1. Daun yang akan dipantau warnanya adalah daun yang telah terbuka sempurna (daun ketiga dari atas). Pilih 20 tanaman secara acak pada setiap petakan (+ 1,0 ha)
  2. Lindungi daun yang akan dipantau warnanya dengan cara membelakangi matahari, sehingga daun atau alat BWD tidak terkena matahari langsung agar penglihatan tidak silau
  3. Daub diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang dipantau adalah sekitar 1/3 dari ujung daun, kemudianwarna daun dibandingkan dengan warna BWD. Skala yang paling sesuai dengan warna daun dicatat. BWD mempunyai nilai skala 2
  4. Jika warna daun berada diantara skala 2 dan 3 gunakan skala 2,5; Diantara 3 dan 4 gunakan nilai 3,5; dan diantara 4 dan 5 gunakan nilai 4,5.
  5. Rata-ratakan nilai skala dari 20 daun yang diamati. Nilai rata-rata skala digunkan untuk menentukan tambahan takaran pupuk Urea sesuai pada table 1.

Tabel 1.Takaran pupuk N (Urea) yang harus ditambahkan sesuai nilai skala hasil pemantauan warna daun

Skala Warna Takaran Pupuk Hibrida Urea (kg/ha) komposit
< 4,0 150 50
≥ 4,0 - 4,5 100 25
≤ 4,5 - 5,0 50 0

GUNAKAN BWD UNTUK MENGHEMAT UREA

Warna Daun pada skala < 5,0 membutuhkan tambahan pupuk N (Urea)
Warna Daun pada skala < 5,0 membutuhkan tambahan pupuk N (Urea)
Warna Daun pada skala 5,0 tidak membutuhkan tambahan pupuk N (Urea)
Warna Daun pada skala 5,0 tidak membutuhkan tambahan pupuk N (Urea)
Tanaman yang kekurangan N berwarna kekuningan (kiri) dan yang cukup N berwarna hijau tua (kanan)
Tanaman yang kekurangan N berwarna kekuningan (kiri) dan yang cukup N berwarna hijau tua (kanan)

Tanaman yang kekurangan N berwarna kekuningan (kiri) dan yang cukup N berwarna hijau tua (kanan)